Materi Al-Qur'an

Berisi tentang materi Al-Qur'an beserta perangkatnya.

Materi Hadist

Pelajaran tentang Hadist beserta perangkatnya.

Materi Sirah

Berisi tentang Sirah Sahabat dan cerita hikmah.

Minggu, 30 Juli 2023

Soal Penilaian Harian Bab I PAI Kelas X ( Kompetisi Dalam Kebaikan dan Etos Kerja )


Pilihlah Jawaban Yang Paling Tepat Diantara Pernyataan Berikut Ini 

1. Siapakah yang menurunkan Al-Qur'an sebagai kitab kebenaran yang membenarkan apa yang sebelumnya?

a)       Nabi Musa

b)       Nabi Isa

c)       Allah

d)       Nabi Ibrahim

2.      2. Siapa yang Allah serukan untuk memutuskan perkara di antara umat manusia berdasarkan apa yang Allah turunkan dalam Al-Qur'an?

a)       Umat Muslim

b)       Rasulullah SAW

c)       Pemimpin Negara

d)       Para Malaikat

3.      3Mengapa Allah menguji umat-Nya dengan pemberian-Nya kepadamu?

a)       Untuk membuat umat Muslim saling bermusuhan

b)       Untuk mencari umat Muslim yang beriman dengan ikhlas

c)       Untuk mencari umat Muslim yang mementingkan diri sendiri

d)       Untuk mencari umat Muslim yang suka berperang

4.       4. Dalam kompetisi dalam kebaikan, apa yang diingatkan kepada umat Muslim untuk diputuskan dalam kehidupan ini?

a)       Perkara-perkara duniawi yang tak berarti

b)       Keputusan berdasarkan opini mayoritas

c)       Perkara-perkara menurut apa yang Allah turunkan dalam Al-Qur'an

d)       Perkara-perkara menurut apa yang disukai oleh seorang pemimpin

5.    5. Apa yang Allah berikan kepada setiap umat di antara kamu berdasarkan Surah Al-Maidah Ayat 48 ?

a)       Uang dan kekayaan

b)       Aturan dan jalan yang terang

c)       Kekuasaan dan pengaruh

d)       Kebahagiaan dan kesenangan

6.        6Apa yang Allah bisa lakukan jika Dia menghendaki?

a)       Membuat umat Muslim saling bermusuhan

b)       Menjadikan umat Muslim satu umat saja

c)       Menjadikan umat Muslim kaya raya

d)       Menjadikan umat Muslim bertengkar dan berperang

7.        7. Apa yang Allah hendak uji dalam hidup umat-Nya?

a)       Kekuatan fisik umat Muslim

b)       Kekuatan ilmu pengetahuan umat Muslim

c)       Pemberian-Nya kepadamu

d)       Kemurahan hati umat Muslim

8.        8. Apa yang harus dilakukan oleh umat Muslim dalam berlomba-lomba dalam kebaikan?

a)       Berusaha mengalahkan orang lain

b)       Berlomba demi mendapatkan kekayaan

c)       Berlomba-lomba berbuat kebajikan

d)       Berusaha mencari popularitas dan ketenaran

9.        9. Apakah syarat utama untuk berpartisipasi dalam kompetisi dalam kebaikan?

a)       Kemampuan fisik yang kuat

b)       Kemampuan berbicara yang baik

c)       Kekayaan yang melimpah

d)       Niat yang ikhlas

10.   10Berlomba-lomba dalam kebaikan mencakup apa yang disebutkan dalam Surah Al-Maidah Ayat 48?

a)       Melakukan tindakan kebaikan hanya untuk mendapatkan pujian

b)       Melakukan amal shalih tanpa memiliki tujuan yang jelas

c)       Berlomba-lomba berbuat baik dan memperbaiki masyarakat

d)       Berusaha mencari manfaat pribadi dari amal perbuatan

11.   11. Apa tujuan dari kompetisi dalam kebaikan menurut Surah Al-Maidah Ayat 48?

a)       Mendapatkan popularitas dan ketenaran

b)       Mencari kekayaan dan keuntungan materiil

c)       Mendekatkan diri kepada Allah dan mencari ridha-Nya

d)       Mencari kesenangan duniawi semata

12.   12. Apa yang seharusnya menjadi fokus utama dalam kompetisi dalam kebaikan?

a)       Mendapatkan pujian dari orang lain

b)       Memenangkan semua jenis lomba

c)       Mendapatkan popularitas dan penghargaan

d)       Meningkatkan kualitas dan kuantitas amal perbuatan kebaikan

13.    13Apa tujuan Allah menurunkan Al-Qur'an?

a)       Membuat umat Muslim saling bermusuhan

b)       Menjadi bukti kebenaran ajaran Islam

c)       Membenarkan kitab-kitab sebelumnya

d)       Menjadi kitab petunjuk bagi seluruh umat manusia

14.   14. Apa yang diingatkan Allah kepada Rasulullah SAW dalam Surah Al-Maidah Ayat 48?

a)       Menjadi pemimpin bagi umat Muslim

b)       Membuat keputusan sesuai dengan keinginannya

c)       Memutuskan perkara menurut apa yang Allah turunkan dalam Al-Qur'an

d)       Memutuskan perkara menurut opini mayoritas umat Muslim

15   15. Apa yang harus dihindari oleh umat Muslim dalam kehidupan ini?

a)       Mengikuti hawa nafsu dan meninggalkan kebenaran

b)       Menutup mata terhadap masalah sosial

c)       Tidak peduli terhadap keadaan umat Muslim lainnya

d)       Melupakan ajaran-ajaran Al-Qur'an

16.    16. Apa yang menjadi tujuan dari ujian yang Allah berikan kepada umat-Nya?

a)       Membuat umat Muslim bermusuhan satu sama lain

b)       Mencari orang-orang yang beriman dengan ikhlas

c)       Memperkaya umat Muslim dengan harta benda

d)       Menguji kekuatan fisik umat Muslim

17.  17. Apa yang Allah berikan kepada setiap umat di antara kita?

a)       Kekuasaan untuk menguasai orang lain

b)       Kekayaan untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri

c)       Aturan dan jalan yang terang

d)       Karunia dan harta benda

18.    18. Apakah Allah menciptakan umat manusia hanya satu umat saja?

a)       Ya, Allah hanya menciptakan satu umat manusia

b)       Tidak, Allah menciptakan banyak umat manusia

c)       Tidak, Allah menciptakan satu umat Muslim dan satu umat non-Muslim

d)       Tidak, Allah menciptakan banyak umat Muslim yang berbeda-beda

19.   19. Ujian yang diberikan Allah adalah untuk mencari apa?

a)       Kemampuan fisik

b)       Kekayaan dan keuntungan materiil

c)       Orang-orang yang beriman dengan ikhlas

d)       Orang-orang yang suka berperang

20.    20Apakah tujuan dari kompetisi dalam kebaikan menurut Surah Al-Maidah Ayat 48?

a)       Mencari kesenangan duniawi semata

b)       Mencari popularitas dan ketenaran

c)       Mendekatkan diri kepada Allah dan mencari ridha-Nya

d)       Mencari keuntungan dan kekayaan materiil

21.   21. Apa yang harus dilakukan oleh umat Muslim dalam berlomba-lomba dalam kebaikan?

a)       Berlomba-lomba memenangkan pertandingan olahraga

b)       Berlomba-lomba mengumpulkan harta dan kekayaan

c)       Berlomba-lomba berbuat kebajikan

d)       Berlomba-lomba mencari popularitas dan penghargaan

22.    22Apa yang seharusnya menjadi fokus utama dalam kompetisi dalam kebaikan?

a)       Mendapatkan pujian dari orang lain

b)       Meningkatkan kualitas dan kuantitas amal perbuatan kebaikan

c)       Memenangkan semua jenis lomba

d)       Mencari popularitas dan penghargaan

23.     23. Apa yang harus menjadi niat utama dalam berlomba-lomba dalam kebaikan?

a)       Meningkatkan popularitas dan ketenaran

b)       Mencari keuntungan materiil

c)       Mendekatkan diri kepada Allah dan mencari ridha-Nya

d)       Mendapatkan penghargaan dari orang lain

24.    24. Apa tujuan Allah menurunkan Al-Qur'an?

a)       Memperkuat kitab-kitab sebelumnya

b)       Membuat umat Muslim saling bermusuhan

c)       Menjadi kitab petunjuk bagi seluruh umat manusia

d)       Mencari orang-orang yang beriman dengan ikhlas

25.       25. Apa yang Allah berikan kepada setiap umat di antara kita?

a)       Kekuasaan untuk menguasai orang lain

b)       Aturan dan jalan yang terang

c)       Karunia dan harta benda

d)       Kekayaan untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri

26.       26. Apa yang Allah bisa lakukan jika Dia menghendaki?

a)       Membuat umat Muslim saling bermusuhan

b)       Menjadikan umat Muslim satu umat saja

c)       Menjadikan umat Muslim kaya raya

d)       Menjadikan umat Muslim bertengkar dan berperang

27.     27. Apakah Allah menciptakan umat manusia hanya satu umat saja?

a)       Ya, Allah hanya menciptakan satu umat manusia

b)       Tidak, Allah menciptakan banyak umat manusia

c)       Tidak, Allah menciptakan satu umat Muslim dan satu umat non-Muslim

d)       Tidak, Allah menciptakan banyak umat Muslim yang berbeda-beda

28.     28. Ujian yang diberikan Allah adalah untuk mencari apa?

a)       Kekayaan dan keuntungan materiil

b)       Kekuatan fisik umat Muslim

c)       Orang-orang yang beriman dengan ikhlas

d)       Orang-orang yang suka berperang

29.    29. Apakah tujuan dari kompetisi dalam kebaikan menurut Surah Al-Maidah Ayat 48?

a)       Mencari kesenangan duniawi semata

b)       Mencari popularitas dan ketenaran

c)       Mendekatkan diri kepada Allah dan mencari ridha-Nya

d)       Mencari keuntungan dan kekayaan materiil

30.        30. Menurut Surah Al-Maidah Ayat 48, apa yang Allah berikan kepada setiap umat di antara kita?

a)       Kekayaan untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri

b)       Kekuasaan untuk menguasai orang lain

c)       Aturan dan jalan yang terang

d)       Karunia dan harta benda

31.      31. Apa yang Allah berikan kepada setiap umat di antara kita berdasarkan Surah Al-Maidah Ayat 48?

a)       Kekuasaan untuk menguasai orang lain

b)       Kekayaan untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri

c)       Aturan dan jalan yang terang

d)       Karunia dan harta benda

32.      32. Apa yang Allah bisa lakukan jika Dia menghendaki?

a)       Membuat umat Muslim saling bermusuhan

b)       Menjadikan umat Muslim satu umat saja

c)       Menjadikan umat Muslim kaya raya

d)       Menjadikan umat Muslim bertengkar dan berperang

1.          33. Hadis yang menjadi dasar etos kerja berdasarkan Sahih Bukhari adalah:

a)       Hadis Jibril

b)       Hadis An-Nawas bin Sam'an

c)       Hadis Abu Hurairah

d)       Hadis Umar bin Khattab

    34Etos kerja dalam Islam mengajarkan untuk melakukan pekerjaan dengan:

a)       Malas dan asal-asalan

b)       Keterampilan dan keahlian

c)       Serampangan dan acak-acakan

d)       Penuh kelicikan dan tipu daya

   35Dalam etos kerja Islam, sumber daya yang digunakan dalam pekerjaan haruslah:

a)       Halal dan bermanfaat

b)       Tersembunyi dan rahasia

c)       Murah dan mudah didapat

d)       Curang dan ilegal

    36. Allah menyukai jika seseorang menyempurnakan pekerjaannya. Menyempurnakan pekerjaan berarti:

a)       Melakukan pekerjaan dengan ceroboh

b)       Mengerjakan pekerjaan dengan rasa tanggung jawab

c)       Menyia-nyiakan waktu dan kesempatan

d)       Menghindari tanggung jawab atas pekerjaan

    37. Dalam hadis, Rasulullah juga menyarankan agar ketika mendapatkan harta yang halal, kita harus:

a)       Menyimpannya sendiri tanpa dibagikan

b)       Memperlihatkan kepada orang lain untuk pamer

c)       Menginfakkan dan bersedekah sebagian dari harta tersebut

d)       Menyembunyikannya dan tidak memberi tahu siapa pun

  38.  Etos kerja dalam Islam melibatkan dua aspek penting, yaitu:

a)       Kerja keras dan tawakal

b)       Kebohongan dan tipu muslihat

c)       Kegigihan dan kelicikan

d)       Keegoisan dan kesombongan

  39. Salah satu tujuan dari etos kerja yang baik dalam Islam adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah. Cara mendekatkan diri tersebut adalah dengan:

a)       Menolak beribadah dan berdoa

b)       Melakukan perbuatan yang dilarang dalam Islam

c)       Bekerja dengan penuh ketulusan dan keikhlasan

d)       Menyia-nyiakan waktu dan kesempatan

  40. Etos kerja Islam mengajarkan kita untuk berbisnis dan berkerja dengan:

a)       Kejujuran, kesungguhan, dan keahlian

b)       Kebohongan, curang, dan keserampangan

c)       Kelicikan, tipu daya, dan penipuan

d)       Kekasaran, sikap arogan, dan mengintimidasi orang lain

  41Mengapa penting bagi pekerja untuk berusaha menggunakan keterampilan dalam bekerja?

a)       Agar pekerjaan selesai dengan cepat tanpa memperhatikan hasilnya

b)       Agar pekerjaan terlihat rumit dan menarik

c)       Agar pekerjaan menjadi lebih bernilai dan bermanfaat bagi orang lain

d)       Agar pekerjaan menjadi lebih berat dan melelahkan

  42. Mengapa penting untuk menggunakan sumber daya yang halal dalam bekerja dan berbisnis?

a)       Karena halal lebih murah dan mudah didapatkan

b)       Karena sumber daya haram lebih mudah diperoleh

c)       Karena sumber daya halal akan mendatangkan berkah dan keberkahan

d)       Karena sumber daya haram akan memberikan keuntungan lebih besar



Selamat Mengerjakan !





Dibuat Oleh  :  M. Amin, S.PdI ( 0885851400919 )

Guru PAI & Budi Pekerti SMK Kartika IV-1 Malang




Etos Kerja Dalam Islam ( PAI Kelas X )

Etos kerja dalam Islam mencakup nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang memberikan panduan bagi umat Muslim dalam melaksanakan pekerjaan dengan penuh tanggung jawab, ketulusan, dan integritas. Islam mengajarkan pentingnya bekerja dengan sungguh-sungguh, berusaha mencapai kualitas dan efisiensi dalam pekerjaan, serta selalu mengingatkan bahwa pekerjaan yang baik adalah ibadah. Berikut adalah beberapa aspek penting dari etos kerja dalam Islam :

Niat yang Ikhlas

Niat yang ikhlas merupakan prinsip mendasar dalam Islam. Dalam melakukan pekerjaan, seorang Muslim diharapkan untuk mengingatkan diri bahwa pekerjaan yang dilaksanakan bukan semata-mata untuk mencari pujian dari orang lain, tetapi sebagai bentuk ibadah kepada Allah. Niat yang ikhlas membawa berkah dalam pekerjaan dan mengangkat derajat pekerjaan itu sendiri.

Kualitas dan Keunggulan

Islam menekankan pentingnya memberikan yang terbaik dalam segala hal, termasuk pekerjaan. Rasulullah SAW bersabda, "Allah mencintai jika seseorang dari kalian melakukan pekerjaan, bahwa dia melakukan dengan penuh keterampilan" (HR. Bukhari). Dengan memberikan kualitas dan keunggulan dalam pekerjaan, seorang Muslim menunjukkan rasa syukur kepada Allah atas nikmat pekerjaan dan berusaha untuk memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat.

Tanggung Jawab dan Amanah

Islam mengajarkan bahwa pekerjaan adalah amanah (tanggung jawab) yang harus dijalankan dengan penuh integritas. Seorang Muslim diharapkan untuk menjadi pegawai yang amanah, pengusaha yang jujur, atau profesional yang bertanggung jawab. Memegang amanah dengan baik akan menjadi bukti keseriusan dalam menjalankan tugas dan amal perbuatan yang diberikan Allah.

Efisiensi dan Produktivitas

Islam mendorong umat Muslim untuk bekerja secara efisien dan produktif. Rasulullah SAW bersabda, "Allah senang melihat jejak tangan yang bermanfaat." Dengan menggunakan waktu dengan bijak dan berusaha bekerja secara efisien, seorang Muslim dapat mencapai hasil yang lebih baik dalam pekerjaannya.

Kesederhanaan dan Berbagi

Etos kerja dalam Islam juga mencakup prinsip kesederhanaan dan berbagi rezeki. Seorang Muslim diharapkan untuk hidup secara hemat dan tidak berlebihan dalam mengonsumsi harta yang diperoleh dari hasil kerja. Selain itu, Islam mendorong untuk berbagi rezeki dengan sesama, terutama bagi mereka yang membutuhkan. Dalam Al-Qur'an, Allah berfirman, "Dan mereka memberikan makanan, meskipun mereka sendiri sangat menyukainya" (QS. Al-Insan: 8).

Doa dan Tawakal

Islam mengajarkan bahwa setiap pekerjaan harus diiringi dengan doa dan tawakal (pasrah diri) kepada Allah. Setelah berusaha dengan sebaik mungkin, seorang Muslim meyakini bahwa hasil dari pekerjaan tersebut ditentukan oleh Allah. Dengan berserah diri kepada-Nya, seorang Muslim dapat meraih ketenangan hati dan menjalani kehidupan kerja dengan lapang dada

Khulashah

Etos kerja dalam Islam melibatkan nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang mendalam dan holistik. Dengan niat yang ikhlas, memberikan kualitas dan keunggulan, bertanggung jawab dan amanah, bekerja secara efisien dan produktif, hidup sederhana dan berbagi, serta selalu mengandalkan doa dan tawakal kepada Allah, seorang Muslim dapat menjalankan pekerjaannya dengan baik dan memperoleh berkah serta kepuasan dalam hidup dunia dan akhirat.

Etos Kerja - Dalam Kajian Hadist

Dalam hadis Nabi dijelaskan bahwa seseorang akan dicintai oleh Allah subhanahu wata'ala jika mengerjakan sesuatu dengan penuh ketekunan, optimal dan mempersembahkan karya yang terbaik.

 

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنّ اللَّهَ تَعَالى يُحِبّ إِذَا عَمِلَ أَحَدُكُمْ عَمَلاً أَنْ يُتْقِنَهُ.

Artinya : Dari Aisyah r.a., sesungguhnya Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya Allah mencintai seseorang yang apabila bekerja, mengerjakannya secara profesional”.

Hadis yang menjadi dasar materi ini berasal dari Sahih Bukhari, yaitu :

"Sesungguhnya Allah menyukai jika seseorang dari kalian mengerjakan pekerjaan (amal) itu dengan sempurna." Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, apa yang dimaksudkan dengan mengerjakan pekerjaan dengan sempurna?" Beliau bersabda, "Jika kalian memperoleh harta yang halal, maka hendaklah kalian sedekahkan dari harta tersebut dan jika kalian memperoleh harta yang haram, maka hendaklah kalian belanjakan dari harta tersebut." (Sahih Bukhari, Kitab Al-Buyu')

Dari hadis ini, kita dapat mengambil beberapa nilai etos kerja yang sesuai dengan ajaran Islam :

1.       Bekerja dengan Keterampilan

Allah mencintai hamba-Nya yang bekerja dengan keterampilan dan keahlian. Ketika kita memiliki tugas atau pekerjaan, hendaklah kita melakukannya dengan sebaik-baiknya dan memperlihatkan kualitas yang tinggi. Dalam Islam, keahlian merupakan anugerah dan potensi yang harus dimanfaatkan secara maksimal untuk berkontribusi bagi kebaikan dan kemaslahatan orang banyak.

2.       Penggunaan Sumber Daya Halal

Sebagaimana dijelaskan dalam hadis, ketika kita memperoleh rezeki atau harta, hendaklah sumber daya tersebut berasal dari yang halal. Dalam etos kerja Islam, segala aspek pekerjaan, mulai dari bahan baku, metode produksi, hingga transaksi, harus didasarkan pada prinsip kehalalan dan ketaqwaan kepada Allah.

3.       Kerja Keras dan Sinceritas:

Menyempurnakan pekerjaan tidak hanya sebatas pada aspek teknis dan keterampilan, tetapi juga melibatkan kerja keras dan keikhlasan dalam menjalankannya. Dalam Islam, kita diajarkan untuk bekerja keras dan tulus dalam niat, karena hasil akhir adalah tanggung jawab Allah. Oleh karena itu, kita harus bekerja dengan sungguh-sungguh, mengandalkan-Nya, dan meningkatkan kualitas pekerjaan yang kita lakukan.

4.       Berbagi dan Bersedekah

Ketika kita berhasil meraih rezeki yang halal, Allah mengajarkan kita untuk bersedekah dan berbagi dengan sesama. Etos kerja yang baik dalam Islam juga mencakup rasa empati terhadap orang lain yang membutuhkan dan kepedulian terhadap masyarakat. Dengan berbagi, kita tidak hanya mendekatkan diri kepada Allah tetapi juga menyebarkan kebaikan dan manfaat bagi orang lain.

Kesimpulan dan Hikmah :

Sebagai hikmah dan pelajaran dalam Hadis dari Sahih Bukhari di atas memberikan pedoman etos kerja yang islami, yaitu bekerja dengan keterampilan, menggunakan sumber daya yang halal, bekerja keras dengan ikhlas, dan selalu berbagi kepada sesama. Etos kerja seperti ini mengajarkan kita untuk senantiasa meningkatkan kualitas pekerjaan yang kita lakukan dan menjadikannya sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah serta berbuat kebajikan bagi orang lain. Semoga kita dapat mengamalkan nilai-nilai ini dalam kehidupan sehari-hari dan menjadi hamba yang dicintai Allah karena etos kerja yang baik dan penuh berkah.


Materi PAI dan Budi Pekerti Kelas X SMK

Disampaikan Oleh : M. Amin, S.PdI

Sumber Bacaan :

-      Buku Paket Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti untuk SMA/SMK Kelas X

Penerbit : Pusat Kurikulum dan Perbukuan Badan Penelitian dan Pengembangan dan Perbukuan
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
-    Buku Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti untuk SMK Kelas X Penerbit : Airlangga

 


Berkompetisi Dalam Kebaikan dan Etos Kerja Dalam Islam Sesuai Al Qur'an dan Hadist ( PAI Kelas X )

Kajian Surat Al Maidah Ayat 48 dan Hadist : Perintah Berkompetisi dalam Kebaikan

Surat Al Maidah ayat 48 merupakan salah satu ayat dalam Al-Qur'an yang mengandung pesan penting tentang keanekaragaman, keadilan, dan kompetisi dalam kebaikan. Berikut adalah teks ayat tersebut:

"Dan Kami telah menurunkan kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan sebagai batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu."(QS. Al Maidah: 48)*

 Analisis Ayat

1.Pengakuan Terhadap Kitab-kitab Sebelumnya :

   Ayat ini dimulai dengan pengakuan bahwa Al-Qur'an diturunkan dengan kebenaran dan membenarkan kitab-kitab sebelumnya seperti Taurat dan Injil. Hal ini menunjukkan kesinambungan wahyu dan pentingnya Al-Qur'an sebagai pembimbing bagi umat Islam.

2.Perintah untuk Memutuskan Perkara Berdasarkan Wahyu :

   Umat Islam diperintahkan untuk memutuskan perkara berdasarkan apa yang Allah turunkan dalam Al-Qur'an dan tidak mengikuti hawa nafsu yang bisa menyesatkan dari kebenaran.

3. Keanekaragaman Hukum dan Jalan Hidup :

   Allah menyatakan bahwa setiap umat diberi aturan dan jalan hidup yang terang sesuai dengan zaman dan kondisi mereka. Ini menunjukkan kebijaksanaan Allah dalam mengatur umat manusia dengan berbagai peraturan yang sesuai untuk mereka.

4.Tujuan Ujian dalam Kehidupan :

   Allah menyatakan bahwa Dia bisa saja menjadikan umat manusia satu umat saja, tetapi memilih untuk menguji mereka dengan memberikan perbedaan dalam hukum dan peraturan. Ujian ini adalah untuk melihat siapa yang terbaik dalam mengikuti perintah-Nya.

5. Perintah untuk Berlomba-lomba dalam Kebaikan :

   Salah satu inti dari ayat ini adalah perintah untuk berlomba-lomba dalam berbuat kebajikan. Kompetisi ini bukan untuk saling menjatuhkan, tetapi untuk saling meningkatkan kualitas kebaikan di antara sesama manusia.

6. Kembali kepada Allah :

   Pada akhirnya, semua manusia akan kembali kepada Allah, dan Dia akan memberitahukan apa yang telah mereka perselisihkan. Ini adalah pengingat bahwa Allah adalah hakim terakhir yang akan memberikan keadilan yang sejati.

 Implementasi dalam Kehidupan Sehari-hari

1. Menghargai Keanekaragaman :

   Ayat ini mengajarkan kita untuk menghargai perbedaan dan keanekaragaman dalam hukum dan peraturan antar umat manusia. Kita diajarkan untuk tidak memaksakan satu jalan hidup kepada semua orang, tetapi untuk menghormati pilihan masing-masing selama itu dalam kebaikan.

2. Berkompetisi dalam Kebaikan :

   Berlomba-lomba dalam kebaikan berarti selalu berusaha untuk menjadi yang terbaik dalam hal positif seperti kebajikan, amal, ilmu, dan perbuatan baik lainnya. Kompetisi ini adalah motivasi untuk terus meningkatkan diri dan memberi manfaat bagi orang lain.

3. Mengikuti Kebenaran :

   Dalam memutuskan setiap perkara, kita harus berpegang pada kebenaran yang diturunkan oleh Allah dan tidak terpengaruh oleh hawa nafsu atau kepentingan pribadi yang bisa menyesatkan kita dari jalan yang benar.

4. Kesadaran Akan Keadilan Ilahi :

   Menyadari bahwa pada akhirnya semua perselisihan dan perbedaan akan diselesaikan oleh Allah, kita seharusnya lebih tenang dan adil dalam menghadapi perbedaan pendapat dan perselisihan.

Kesimpulan

Surat Al Maidah ayat 48 memberikan panduan yang komprehensif tentang bagaimana umat manusia seharusnya hidup dalam keragaman dan berkompetisi dalam kebaikan. Dengan memahami dan menerapkan ajaran ini, kita bisa menciptakan masyarakat yang harmonis, adil, dan penuh dengan amal kebaikan.

Dalam Islam, ditekankan pentingnya kompetisi dalam kebaikan antara umat Muslim. Kompetisi ini mendorong individu untuk berlomba-lomba dalam melakukan amal shalih, baik dalam bentuk perbuatan baik kepada sesama, kegiatan ibadah, atau usaha-usaha untuk meningkatkan diri secara spiritual. Kompetisi dalam kebaikan memiliki tujuan mulia, yaitu menciptakan masyarakat yang lebih baik, mendekatkan diri kepada Allah, dan memperoleh keberkahan-Nya. Berikut ini adalah beberapa panduan dan prinsip dalam menjalankan kompetisi dalam kebaikan dalam Islam.

Niat yang Ikhlas

Dalam setiap amal perbuatan yang dilakukan, niat yang ikhlas harus menjadi landasan utama. Niat yang ikhlas berarti bahwa setiap tindakan yang dilakukan semata-mata untuk mendapatkan ridha Allah dan mengharapkan pahala-Nya. Dalam konteks kompetisi dalam kebaikan, niat yang ikhlas memastikan bahwa tujuan utama adalah mendekatkan diri kepada Allah dan bukan semata-mata untuk mencari pengakuan atau pujian dari orang lain.

Amal Shalih yang Bertahan

Dalam kompetisi dalam kebaikan, penting untuk melibatkan diri dalam amal shalih yang memiliki dampak jangka panjang dan bertahan dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, membantu orang-orang yang membutuhkan, berbagi ilmu pengetahuan, atau berperan aktif dalam usaha-usaha sosial yang bermanfaat. Amal shalih yang bertahan memberikan manfaat kepada masyarakat secara berkelanjutan dan membantu menciptakan perubahan positif yang lebih besar.

Menggunakan Potensi Individu

Setiap individu memiliki potensi yang unik dan berbeda dalam kompetisi dalam kebaikan. Islam mengajarkan bahwa setiap orang harus menggunakan potensi yang dimilikinya untuk berlomba-lomba dalam kebaikan. Misalnya, jika seseorang memiliki keterampilan dalam pendidikan, ia dapat berkontribusi dengan mengajar anak-anak atau menyediakan pelatihan bagi mereka yang membutuhkan. Menggunakan potensi individu secara positif dan produktif merupakan bagian penting dari kompetisi dalam kebaikan.

Kolaborasi dan Bukan Persaingan Merugikan:

Dalam kompetisi dalam kebaikan, penting untuk menjaga sikap kolaboratif daripada persaingan yang merugikan. Islam mendorong umat Muslim untuk saling bekerja sama dalam melakukan kebaikan dan saling membantu dalam mencapai tujuan yang sama. Kolaborasi menciptakan lingkungan yang positif dan mendukung, di mana individu-individu dapat saling memotivasi dan memberikan dorongan positif satu sama lain.

Meningkatkan Kualitas Diri

Kompetisi dalam kebaikan juga melibatkan upaya untuk terus meningkatkan kualitas diri secara spiritual dan moral. Sebagai Muslim, kita harus berkompetisi dalam meningkatkan hubungan dengan Allah melalui ibadah dan amal shalih. Hal ini meliputi meningkatkan kualitas shalat, memperbanyak dzikir, membaca Al-Qur'an, serta menjaga akhlak dan perilaku yang baik dalam kehidupan sehari-hari.

Khulashah 

Kompetisi dalam kebaikan dalam Islam adalah upaya untuk berlomba-lomba dalam melakukan amal shalih dan meningkatkan kualitas diri secara spiritual. Dengan menjaga niat yang ikhlas, melibatkan diri dalam amal shalih yang bertahan, menggunakan potensi individu, kolaborasi, dan meningkatkan kualitas diri, kita dapat menciptakan masyarakat yang lebih baik dan mendekatkan diri kepada Allah. Semoga Allah memberikan kita kekuatan dan keberkahan dalam menjalankan kompetisi dalam kebaikan serta memperoleh pahala-Nya yang berlimpah. Amin.

I. Analisis Surah Al-Maidah/5 Ayat :  48

Surah Al-Maidah merupakan salah satu surah dalam Al-Qur'an yang memuat berbagai hukum dan pedoman kehidupan bagi umat Muslim. Ayat 48 dari Surah Al-Maidah menyajikan pesan yang penting mengenai kompetisi dalam kebaikan. Berikut ini adalah penjelasan tentang ayat tersebut:

 Surah Al-Maidah (5), Ayat 48:

 وَأَنزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقًا لِّمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ الْكِتَابِ وَمُهَيْمِنًا عَلَيْهِ ۖ فَاحْكُم بَيْنَهُم بِمَا أَنزَلَ اللَّهُ ۖ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ عَمَّا جَاءَكَ مِنَ الْحَقِّ ۚ لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا ۚ وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلَـٰكِن لِّيَبْلُوَكُمْ فِي مَا آتَاكُمْ ۖ فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ ۚ إِلَى اللَّهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ

 Artinya :

"Dan Kami telah turunkan kepadamu Al-Qur'an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya), dan sebagai penjaga (atas kitab-kitab itu). Karena itu, putuskanlah perkara di antara mereka menurut apa yang Allah turunkan, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, tentulah kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang dahulu kamu perselisihkan." (QS. Al-Maidah: 48)

 Penjelasan Ayat

Al-Qur'an sebagai Kitab Kebenaran :

Ayat ini menyatakan bahwa Al-Qur'an adalah kitab kebenaran yang membenarkan apa yang telah ada sebelumnya dari kitab-kitab suci sebelumnya (Taurat, Injil, dan Zabur). Al-Qur'an datang sebagai penjaga dan pengawal atas ajaran-ajaran yang benar sebelumnya dan memperkuat kebenaran-kebenaran tersebut.

Keadilan dalam Menetapkan Hukum :

Allah menyerukan kepada Rasulullah SAW untuk memutuskan perkara di antara umat manusia berdasarkan apa yang Allah turunkan dalam Al-Qur'an. Hal ini menunjukkan bahwa hukum Islam berlaku adil dan objektif, dan keputusan harus didasarkan pada ajaran-Nya.

Berlomba dalam Kebaikan :

Ayat ini mengajak umat Muslim untuk berlomba-lomba dalam melakukan kebaikan. Meskipun Allah bisa menjadikan umat manusia satu umat saja, tetapi kehendak-Nya adalah untuk menguji umat-Nya melalui perbedaan-perbedaan yang ada. Oleh karena itu, setiap umat diberikan aturan dan jalan yang terang untuk diikuti.

Pentingnya Kembali kepada Allah:

Ayat ini menegaskan bahwa akhirnya, setiap umat manusia akan kembali kepada Allah, dan Allah akan memberitahu mereka tentang perbedaan dan perselisihan yang pernah mereka miliki di dunia ini.

Makna dan Pelajaran :

  1. Ayat ini menggarisbawahi pentingnya mengikuti ajaran-ajaran Allah sebagaimana yang terdapat dalam Al-Qur'an. Keputusan dan perilaku harus berdasarkan pada petunjuk-Nya.
  2. Umat Muslim diingatkan untuk berlomba-lomba dalam melakukan kebaikan, berbuat amal shalih, dan membantu sesama.
  3. Pesan kesatuan dan persaudaraan di antara umat manusia, meskipun berbeda-beda, karena pada akhirnya kita semua akan kembali kepada Allah.
  4. Allah menguji umat-Nya melalui keberagaman dan perbedaan dalam aturan dan jalan yang diberikan-Nya. Umat Muslim harus menjalani kehidupan dengan ikhlas dan tawakal kepada-Nya.
  5. Kompetisi dalam kebaikan tidak hanya mencakup amal perbuatan individual, tetapi juga dalam memperbaiki masyarakat dan dunia secara keseluruhan.

Kesimpulan Ayat

Sebagai kesimpulan ayat 48 dari Surah Al-Maidah mengajak umat Muslim untuk mengikuti ajaran Al-Qur'an sebagai kitab kebenaran dan mengambil keputusan berdasarkan petunjuk-Nya. Selain itu, ayat ini juga mengingatkan tentang pentingnya berlomba-lomba dalam kebaikan dan menjalani kehidupan dengan ikhlas serta kembali kepada Allah dengan tawakal. Dengan memahami dan mengamalkan pesan dari ayat ini, umat Muslim dapat menghadapi kompetisi dalam kebaikan dan berkontribusi positif dalam membangun masyarakat yang lebih baik sesuai dengan ajaran Islam.

I. Analisis - Surah At-Taubah/9 Ayat 105

Surah At-Taubah (Surah ke-9) merupakan salah satu surah dalam Al-Qur'an yang berisi berbagai ajaran dan hukum yang relevan untuk kehidupan umat Muslim. Ayat 105 dari Surah At-Taubah membahas tentang kompetisi dalam kebaikan dan memuat pesan penting mengenai keutamaan dan manfaat dari berlomba-lomba dalam melakukan amal kebajikan. Berikut ini adalah penjelasan tentang ayat tersebut:

Surah At-Taubah (9), Ayat 105 :

 وَقُلِ اعْمَلُوا فَسَيَرَى اللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ ۖ وَسَتُرَدُّونَ إِلَىٰ عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ

 Artinya:

"Dan katakanlah, 'Bekerjalah kamu, maka Allah akan melihat amalmu begitu pula Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman.' Dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.'" (QS. At-Taubah: 105)

 Penjelasan Ayat  :

Ajakan untuk Beramal Kebaikan:

Ayat ini memulai dengan perintah Allah kepada umat Muslim untuk bekerja dan beramal kebajikan. Allah mengajak umat-Nya untuk melakukan amal perbuatan yang baik dan bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain.

Allah Maha Melihat Amal Perbuatan :

Allah menegaskan bahwa Dia melihat dan mengawasi setiap amal perbuatan yang dilakukan oleh umat-Nya. Tidak ada satu pun amal perbuatan yang tersembunyi dari pandangan-Nya. Oleh karena itu, setiap tindakan dan niat hati akan dipertanggungjawabkan di hadapan-Nya.

Rasulullah SAW sebagai Teladan :

Ayat ini juga menyatakan bahwa Rasulullah SAW juga memperhatikan dan melihat amal perbuatan umat Muslim. Rasulullah SAW adalah teladan yang harus diikuti dalam berlomba-lomba dalam kebaikan dan mengamalkan ajaran Islam.

Kembalinya pada Allah yang Mengetahui yang Ghaib dan Nyata :

Ayat ini mengingatkan bahwa akhirnya, setiap individu akan kembali kepada Allah, sang Pencipta yang mengetahui segala yang ghaib dan yang nyata. Semua amal perbuatan dan niat hati akan diungkapkan di hadapan-Nya pada hari kiamat.

Pemberitahuan tentang Amal Perbuatan :

Allah berjanji bahwa setiap orang akan diberitahu tentang amal perbuatan yang telah mereka lakukan. Baik amal perbuatan yang baik maupun buruk akan diungkapkan dan mendapatkan balasan yang setimpal.

Makna dan Pelajaran :

  1. Ayat ini mengajak umat Muslim untuk aktif berlomba-lomba dalam kebaikan dan melakukan amal perbuatan yang baik. Setiap langkah dan tindakan yang dilakukan oleh umat Muslim diperhatikan dan diawasi oleh Allah.
  2. Amal perbuatan yang baik dan niat hati yang ikhlas merupakan bagian penting dari kompetisi dalam kebaikan. Setiap Muslim diingatkan untuk selalu berusaha berbuat baik dan bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain.
  3. Niat yang lurus dan tulus adalah faktor kunci dalam mendapatkan keberkahan dari Allah. Setiap amal perbuatan yang dilakukan dengan niat yang ikhlas akan mendapatkan balasan dari Allah.
  4. Rasulullah SAW merupakan teladan bagi umat Muslim dalam berlomba-lomba dalam kebaikan. Mengikuti ajaran dan teladan beliau adalah cara untuk mendapatkan ridha Allah.
  5. Allah adalah Sang Pencipta yang Maha Mengetahui segala yang ghaib dan nyata. Oleh karena itu, tidak ada yang tersembunyi dari pandangan-Nya, dan setiap individu akan dipertanggungjawabkan atas amal perbuatan mereka.

Kesimpulan dan Hikmah :

Sebagai hikmah dalam Surah At-Taubah ayat 105 mengajak umat Muslim untuk aktif berlomba-lomba dalam kebaikan dan berbuat amal perbuatan yang baik. Setiap tindakan dan niat hati akan dipertanggungjawabkan oleh Allah, dan setiap Muslim akan diberitahu tentang amal perbuatan yang telah mereka lakukan. Oleh karena itu, hendaknya umat Muslim selalu berusaha berbuat baik dan mengikuti teladan Rasulullah SAW untuk mendapatkan keberkahan dan ridha Allah.

Kajian Hadis Tentang Perintah Berkompetisi dalam Kebaikan

Berkompetisi dalam kebaikan merupakan salah satu ajaran penting dalam Islam yang ditekankan tidak hanya dalam Al-Qur'an tetapi juga dalam hadis Nabi Muhammad SAW. Berikut adalah beberapa hadis yang mendorong umat Islam untuk berkompetisi dalam kebaikan, beserta teks hadis dan kajiannya.

Hadis Pertama

**Teks Hadis:**

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: **"لَا تَحَاسَدُوا، وَلَا تَنَاجَشُوا، وَلَا تَبَاغَضُوا، وَلَا تَدَابَرُوا، وَكُونُوا عِبَادَ اللَّهِ إِخْوَانًا. الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ، لَا يَظْلِمُهُ، وَلَا يَخْذُلُهُ، وَلَا يَحْقِرُهُ، التَّقْوَى هَاهُنَا -وَيُشِيرُ إِلَى صَدْرِهِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ- بِحَسْبِ امْرِئٍ مِنَ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ"** *(HR. Muslim)*

**Terjemahan:**

Rasulullah SAW bersabda: "Janganlah kalian saling hasad, saling menipu, saling membenci, saling membelakangi, dan jadilah hamba-hamba Allah yang bersaudara. Seorang Muslim adalah saudara bagi Muslim lainnya, tidak menzhaliminya, tidak mengecewakannya, tidak menghinanya. Takwa itu di sini (dan beliau menunjuk ke dadanya tiga kali). Cukuplah keburukan bagi seseorang untuk menghina saudaranya sesama Muslim." *(HR. Muslim)*

**Kajian:**

1. **Larangan Sifat Negatif**:
   Rasulullah SAW melarang sifat-sifat negatif seperti hasad (iri hati), menipu, membenci, dan membelakangi. Sifat-sifat ini dapat merusak persaudaraan dan persatuan di antara umat Islam.

2. **Persaudaraan Muslim**:
   Umat Islam diperintahkan untuk saling mencintai dan menjadi saudara. Hal ini penting dalam membangun masyarakat yang harmonis dan penuh dengan kebajikan.

3. **Penekanan pada Takwa**:
   Takwa adalah inti dari segala kebaikan. Dengan menanamkan takwa dalam hati, seorang Muslim akan terdorong untuk selalu berbuat kebaikan dan menjauhi keburukan.

Hadis Kedua

**Teks Hadis:**

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: **"بَادِرُوا بِالْأَعْمَالِ الصَّالِحَةِ فَسَتَكُونُ فِتَنٌ كَقِطَعِ اللَّيْلِ الْمُظْلِمِ، يُصْبِحُ الرَّجُلُ مُؤْمِنًا وَيُمْسِي كَافِرًا، أَوْ يُمْسِي مُؤْمِنًا وَيُصْبِحُ كَافِرًا، يَبِيعُ دِينَهُ بِعَرَضٍ مِنَ الدُّنْيَا"** *(HR. Muslim)*

**Terjemahan:**

Dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah SAW bersabda: "Bersegeralah dalam melakukan amal shaleh, karena akan datang fitnah-fitnah seperti potongan-potongan malam yang gelap gulita, di pagi hari seseorang masih beriman, namun di sore hari sudah menjadi kafir, atau di sore hari masih beriman, namun di pagi hari sudah menjadi kafir, dia menjual agamanya dengan sedikit dari harta dunia." *(HR. Muslim)*

**Kajian:**

1. **Segera dalam Amal Shaleh**:
   Rasulullah SAW mendorong umat Islam untuk segera melakukan amal shaleh tanpa menunda-nunda. Ini menunjukkan pentingnya memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya untuk kebaikan.

2. **Peringatan Akan Fitnah**:
   Akan ada masa-masa sulit yang penuh dengan fitnah yang dapat menggoyahkan iman seseorang. Oleh karena itu, berkompetisi dalam kebaikan dan memperbanyak amal shaleh menjadi sangat penting.

3. **Konsistensi Iman**:
   Hadis ini mengingatkan agar umat Islam selalu menjaga keimanan dan tidak tergoda oleh godaan dunia yang dapat merusak keimanan mereka.

Hadis Ketiga

**Teks Hadis:**

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: **"لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ"** *(HR. Bukhari dan Muslim)*

**Terjemahan:**

Dari Anas bin Malik, Rasulullah SAW bersabda: "Tidak sempurna iman seseorang di antara kalian hingga dia mencintai untuk saudaranya apa yang dia cintai untuk dirinya sendiri." *(HR. Bukhari dan Muslim)*

**Kajian:**

1. **Cinta Sesama Muslim**:
   Hadis ini menekankan pentingnya mencintai sesama Muslim seperti mencintai diri sendiri. Ini adalah bentuk kasih sayang dan solidaritas yang sangat tinggi.

2. **Standar Kebaikan**:
   Seseorang harus menginginkan kebaikan bagi orang lain sebagaimana dia menginginkan kebaikan bagi dirinya sendiri. Ini adalah dorongan untuk selalu berbuat kebaikan kepada orang lain.

3. **Kesempurnaan Iman**:
   Kesempurnaan iman seorang Muslim diukur dari sejauh mana dia mampu mencintai saudaranya sesama Muslim dan berbuat baik kepada mereka.

Kesimpulan

Hadis-hadis di atas menunjukkan betapa pentingnya berkompetisi dalam kebaikan dan menjaga persaudaraan serta solidaritas di antara umat Islam. Dengan mengikuti ajaran-ajaran ini, umat Islam dapat menciptakan masyarakat yang harmonis, adil, dan penuh dengan amal kebaikan. Berkompetisi dalam kebaikan bukan hanya tentang siapa yang terbaik, tetapi tentang bagaimana kita dapat saling mendorong untuk menjadi lebih baik dan memberikan manfaat bagi sesama.

Materi PAI dan Budi Pekerti Kelas X SMK
Disampaikan Oleh : M. Amin, S.PdI

Sumber Bacaan :

-      Buku Paket Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti untuk SMA/SMK Kelas X

Penerbit : Pusat Kurikulum dan Perbukuan Badan Penelitian dan Pengembangan dan Perbukuan
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
-    Buku Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti untuk SMK Kelas X Penerbit : Airlangga

Rabu, 19 Juli 2023

Sejarah Tahun Hijriyah : Refleksi Memasuki Tahun Baru Hijriyah 1445

Amirul Mukminin Umar bin Khattab pada suatu hari menerima surat-surat dari gubernur dari wilayah kekuasaan Islam. Setelah dibaca ternyata dua surat itu dikirim oleh satu orang yang sama, yaitu seorang gubernur yang hendak memberi kabar pada beliau sebagai kepala negara.

Sang gubernur sejatinya mengirim surat-surat itu pada tanggal dan bulan yang berbeda, namun entah mengapa keduanya datang bersamaan. 

Di sisi lain, Amirul Mukminin juga kebingungan manakah sebenarnya yang pertama dikirimkan dan mana pula yang kedua? Sebab tak ada tahun yang tertulis pada kedua surat itu.

Atas insiden tersebut maka terbetiklah sebuah gagasan agar kaum muslimin memiliki penanggalan tahun, sehingga kejadian seperti ini tak terulang lagi. 

Beliau lantas mengumpulkan para sahabat dan meminta pendapat dari kapan perhitungan tahunnya umat Islam ini hendak dimulai.

Aneka pendapat diajukan. Ada yang kemukakan ide agar tahun satu itu dimulai pada tahun kelahiran Rasulullah. Ide lain yaitu tahun Isra Miraj. Ada pula yang berpendapat tahun wafatnya Rasulullah.

Dari semua prakarsa tersebut, ternyata buah pikiran Sahabat Ali yang diterima. Yaitu memulai perhitungan dari peristiwa pembangunan masjid Quba yang terjadi saat Rasulullah hijrah. Di sinilah kecerdasan Sahabat Ali terbukti. Rupanya beliau berlandaskan kepada Surat At-Taubah ayat 108,

لَمَسْجِدٌ أُسِّسَ عَلَى التَّقْوَىٰ مِنْ أَوَّلِ يَوْمٍ أَحَقُّ أَنْ تَقُومَ فِيهِ

Sesungguhnya mesjid yang didirikan atas dasar takwa sejak hari pertama adalah lebih patut kamu salat di dalamnya.

Penyebutan awwali yaumin (hari pertama) dalam ayat di atas adalah isyarat dari Allah bahwa peristiwa tersebutlah yang pantas untuk menjadi tahun pertama dalam hitungan yang akan dimulai itu. 

Pula, kalimat sebelumnya adalah takwa, juga mengandung makna bahwa setiap manusia barulah dianggap menjadi hamba untuk tahun pertamanya jika ia sudah bertakwa dengan sebenar-benarnya. 

Maka dahulu ada seorang kakek ditanya oleh Khalifah Umar tentang berapakah usianya. Lalu sang kakek menjawab bahwa ia baru berusia empat tahun! 

Khalifah bertanya lagi apa maksud jawaban tersebut. Lantas sang kakek menjawab kembali, karena baru empat tahun yang lalu ia bertakwa di jalan Allah dengan sesungguh-sungguhnya. Sehingga ia menganggap seolah-olah empat tahun silam itu adalah tahun pertamanya sebagai hamba. 

Maka jika pertanyaan ini ditujukan kepada kita, berapa tahun usia kita sejatinya? 

Memasuki tahun baru kali ini, marilah kita maknai tahun baru kali ini dengan tekad kuat untuk memperbaiki ketakwaan kita kepada Allah. Karena tahun Hijriah berkaitan dengan takwa. 

Al Malangi 1 Muharram 1445 H.





Selasa, 27 Juni 2023

Hanzhalah bin Abu Amir Suami Dambaan Para Bidadari

Mekkah menggelegak terbakar kebencian terhadap orang-orang Muslim karena kekalahan mereka di Perang Badar dan terbunuhnya sekian banyak pemimpin dan bangsawan mereka saat itu. 

Hati mereka membara dibakar keinginan untuk menuntut balas. 

Bahkan karenanya Quraisy melarang semua penduduk Mekah meratapi para korban di Badar dan tidak perlu terburu-buru menebus para tawanan, agar orang-orang Muslim tidak merasa di atas angin karena tahu kegundahan dan kesedihan hati mereka.

Hingga tibalah saatnya Perang Uhud. 

Diantara pahlawan perang yang bertempur tanpa mengenal rasa takut pada waktu itu adalah Hanzhalah bin Abu Amir. Nama lengkapnya Hanzhalah bin Abu ‘Amir bin Shaifi bin Malik bin Umayyah bin Dhabi’ah bin Zaid bin Uaf bin Amru bin Auf bin Malik al-Aus al-Anshory al-Ausy. 

Pada masa jahiliyah ayahnya dikenal sebagai seorang pendeta, namanya Amru.

Suatu hari ayahnya ditanya mengenai kedatangan Nabi dan sifatnya hingga ketika datang, orang-orang dengan mudahnya dapat mengenalnya. 

Ayahnya pun menyebutkan apa yang ditanyakan. 

Bahkan secara terang-terangan dirinya akan beriman dengan kenabian itu. 

Ketika Allah turunkan Islam di jazirah Arab untuk menuntun jalan kebenaran melalui nabi terakhir. 

Justru dirinya mengingkarinya. Bahkan dirinya hasud dengan kenabian Muhammad. Tak lama kemudian Allah bukakan hati anaknya, Hanzhalah untuk menerima kebenaran yang dibawa Rasulullah. Sejak itulah jiwa dan raganya untuk perjuangan Islam.

Kebencian ayahnya terhadap Rasulullah membuat darahnya naik turun. Bahkan meminta izin Rasulullah untuk membunuhnya. Tapi Rasulullah tidak mengizinkan. Sejak itulah keyakinan akan kebenaran ajaran Islam semakin menancap di relung hatinya. 

Seluruh waktunya digunakan untuk menimba ilmu dari Rasulullah.

Di tengah kesibukkannya mengikuti da’wah Rasulullah yang penuh dinamika, tak terasa usia telah menghantarkannya untuk memasuki fase kehidupan berumah tangga. 

Di samping untuk melakukan regenerasi, tentu ada nikmat karunia Allah yang tak mungkin terlewatkan.

Hanzhalah menikahi Jamilah binti Abdullah bin Ubay bin Sahlul, anak sahabat bapaknya. Mertuanya itu dikenal sebagai tokoh munafik, menyembunyikan kekafiran dan menampakkan keimanan. 

Dia berpura-pura membela Nabi Shallallahu alaihi wa sallam dalam Perang Uhud; namun ketika rombongan pasukan muslim bergerak ke medan laga, ia menarik diri bersama orang-orangnya, kembali ke Madinah.

Sementara itu Madinah dalam keadaan siaga penuh. 

Kaum muslimin sudah mencium gelagat dan gerak-gerik rencana penyerangan oleh pasukan Abu Shufyan. Situasi Madinah sangat genting.

Namun walau dalam situasi seperti itu, Hanzhalah dengan tenang hati dan penuh keyakinan akan melangsungkan pernikahannya. 

Sungguh tindakannya itu merupakan gambaran sosok yang senantiassa tenang menghadapi berbagai macam keadaan.

Hanzhalah menikahi Jamilah, sang kekasih, pada suatu malam yang paginya akan berlangsung peperangan di Uhud. Ia meminta izin kepada Nabi Shallallahu alaihi wa sallam untuk bermalam bersama istrinya. Ia tidak tahu persis apakah itu pertemuan atau perpisahan. Nabi pun mengizinkannya bermalam bersama istri yang baru saja dinikahinya.

Mereka memang baru saja menjalin sebuah ikatan. Memadu segala rasa dari dua lautan jiwa. Berjanji, menjaga bahtera tak akan karam walau kelak badai garang menghadang. 

Kini, dunia seakan menjadi milik berdua. Malam pertama yang selalu panjang bagi setiap mempelai dilalui dengan penuh mesra. Tak diharapkannya pagi segera menjelang. Segala gemuruh hasrat tertumpah. Sebab, sesuatu yang haram telah menjadi halal.

Langit begitu mempesona. 

Kerlip gemintang bagaikan menggoda rembulan yang sedang kasmaran. Keheningannya menjamu temaramnya rembulan, diukirnya do’a-do’a dengan goresan harapan, khusyu’, berharap regukan kasih sayang dari Sang Pemilik Cinta. Hingga tubuh penat itupun bangkit, menatap belahan jiwa dengan tatapan cinta. Hingga, sepasang manusia itu semakin dimabuk kepayang.

Indah…Sungguh sebuah episode yang teramat indah untuk dilewatkan.

Namun disaat sang pengantin asyik terbuai wanginya aroma asmara, seruan jihad berkumandang dan menghampiri gendang telinganya.

“Hayya ‘alal jihad… hayya ‘alal jihad…!!!”

Pemuda yang belum lama menikmati indahnya malam pertama itu tersentak. Jiwanya sontak terbakar karena ghirah. 

Suara itu terdengar sangat tajam menusuk telinganya dan terasa menghunjam dalam di dadanya. Suara itu seolah-olah irama surgawi yang lama dinanti. 

Hanzalah harus mengeluarkan keputusan dengan cepat. Bersama dengan hembusan angin fajar pertama, Hanzhalah pun segera melepaskan pelukan diri dari sang istri.

Dia segera menghambur keluar, dia tidak menunda lagi keberangkatannya, supaya ia bisa mandi terlebih dahulu. Istrinya meneguhkan tekadnya untuk keluar menyambut seruan jihad sambil memohon kepada Allah agar suaminya diberi anugerah salah satu dari dua kebaikan, menang atau mati syahid,

Dia berangkat diiringi deraian air mata kekasih yang dicintainya. Ia berangkat dengan kerinduan mengisi relung hatinya. Kerinduan saat-saat pertama yang sebelumnya sangat dinantikannya, saat mereka berdua terikat dalam jalinan suci. Namun semua itu berlalu bagaikan mimpi. Hanzalahpun akhirnya berangkat menuju medan laga untuk memenangkan cinta yang lebih besar atas segalanya. 

Bahkan untuk meraih kemenangan atas dirinya sendiri. Kenikmatan yang bagai tuangan anggur memabukkan tak akan membuatnya terlena. Sehingga, iringan do’alah yang mengantar kepergiannya ke medan jihad. Dia bergegas mengambil peralatan perang yang memang telah lama dipersiapkan. Baju perang membalut badan, sebilah pedang terselip dipinggang. 

Siap bergabung dengan pasukan yang dipimpin Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Berperang bersama Hamzah, Abu Dujanah, Zubair, Muhajirin dan Anshar yang terus berperang dengan yel-yel, seolah tak ada lagi yang bisa menahan mereka. Bulu-bulu putih pakaian Ali, surban merah Abu Dujanah, surban kuning Zubayr, surban hijau Hubab, melambai-lambai bagaikan bendera kemenangan, memberi kekuatan bagi barisan di belakangnya.

Tubuh Hanzhalah yang perkasa serta merta langsung berada di atas punggung kuda. Sambil membenahi posisinya di punggung kuda, tali kekang ditarik dan kuda melesat secepat kilat menuju barisan perang yang tengah bekecamuk. Tangannya yang kekar memainkan pedang dengan gerakan menebas dan menghentak, menimbulkan efek bak hempasané angin puting beliung.

Musuh datang bergulung, merimbas-rimbas, tak gentar, ia justru merangsek ke depan, menyibak, menerjang kecamuk perang. 

Nafasnya tersengal, torehan luka di badan sudah tak terbilang. Tujuan utama ingin berhadapan dengan komandan pasukan lawan. 

Serang! Musuhpun bergelimpangan.

Takbir bersahut-sahutan. Lantang membahana bagai halilintar. Berdentam. Mendesak-desak ke segenap penjuru langit. Hanzhalah terus melabrak.Terjangannya dahsyat laksana badai. Pedangnya berkelebat. Suaranya melenting-lenting. Kilap mengintai. Deras menebas. Berkali-kali orang Quraisy yang masih berkutat dalam lembah jahiliyah itu mati terbunuh di tangannya.

Sementara itu, dari kejauhan Abu Sufyan melihat lelaki yang gesit itu. Dia ingin sekali, mendekat dan membunuhnya, tetapi nyalinya belum juga cukup untuk membalaskan dendam kepada pembunuh anaknya di perang Badar itu. 

Situasi berbalik, kali ini giliran Hanzhalah mendekati Abu Sufyan ketika teman-temannya justru melarikan diri ketakutan. Abu Sufyan terpaksa melayaninya dalam duel satu lawan satu. 

Abu Sufyan terjatuh dari kudanya.Wajahnya pucat, ketakutan. Pedang Hanzhalah yang berkilauan siap merobek lehernya. 

Dalam hitungan detik, nyawanya akan melayang.Tapi, dalam suasana genting itu, Abu Sufyan berteriak minta tolong, 

“Hai orang-orang Quraisy, tolong aku.”

Namun, untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Syadad bin Al-Aswad yang memang sudah disiagakan untuk menghabisi Hanzhalah, berhasil menelikung gerakan Hanzhalah dan menebas tengkuknya dari belakang. 

Tubuh yang gagah dan tegap itu jatuh berdebum ke tanah, boom!!! Para sahabat yang berada di sekitar dirinya mencoba untuk memberi pertolongan, namun langkah mereka terhenti.

Lantas orang-orang Quraisy di sekitarnya tanpa ampun mengayunkan pedangnya kepada Hanzhalah, dari kiri, kanan, dan belakang, sehingga Hanzhalah tersungkur. 

Dalam kondisi yang sudah parah, darah mengalir begitu deras dari tubuhnya, ia masih dihujani dengan lemparan tombak dari berbagai penjuru.

Tak lama kecamuk perang surut. 

Sepi memagut. Mendekap perih di banyak potongan tubuh yang tercerabut. 

Ia syahid di medan Uhud. Di sebuah gundukan tanah yang tampak masih basah, jasadnya terbujur.

Semburat cahaya terang dari langit membungkus jenazah Hanzhalah dan mengangkatnya ke angkasa setinggi rata-rata air mata memandang. Juga tejadi hujan lokal dan tubuhnya terbolak-balik seperti ada sesuatu yang hendak diratakan oleh air ke sekujur tubuh Hanzhalah. Bayang-bayang putih juga berkelebat mengiringi tetesan air hujan. Hujan mereda, cahaya terang padam diiringi kepergian bayang-bayang putih ke langit dan tubuh Hanzhalah kembali terjatuh dengan perlahan.

Subhanallah! Padahal sedari tadi hujan tak pernah turun mengguyur, setetes-pun. Para sahabat yang menyaksikan tak urung heran. Para sahabat kemudian membawa jenazah yang basah kuyup itu ke hadapan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan menceritakan tentang peristiwa yang mereka saksikan. Rasulullah meminta agar seseorang segera memanggil istri Hanzhalah.

Begitu wanita yang dimaksud tiba di hadapan Rasul, beliau menceritakan begini dan begini tentang Hanzhalah dan bertanya : “Apa yang telah dilakukan Hanzhalah sebelum kepergiannya ke medan perang?”

Wanita itu tertunduk. Rona pipinya memerah, dengan senyum tipis ia berkata: “Hanzhalah pergi dalam keadaan junub dan belum sempat mandi ya Rasulullah!”

Rasulullah kemudian berkata kepada yang hadir, “Ketahuilah oleh kalian. Bahwasannya jenazah Hanzhalah telah dimandikan oleh para malaikat. Bayang-bayang putih itu adalah istri-istrinya dari kalangan bidadari yang datang menjemputnya.”

Dengan malu-malu mereka (para bidadari) berkata ;“Wahai Hanzhalah, wahai suami kami. Lama kami telah menunggu pertemuan ini. Mari kita keperaduan.”

“Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu Aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih?. (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahuinya, niscaya Allah mengampuni dosa-dosamu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, dan (memasukkan kamu) ke tempat tinggal yang baik di dalam surga ‘Adn. Itulah keberuntungan yang besar.” 

(Surat Ash-Shaff :10-12).



Sumber : ‘Yas’alunaka Fiddiini wal Hayaah’ yang diterjemahkan menjadi “Dialog Islam” karya Dr. Ahmad Asy-Syarbaasyi (dosen Universitas Al-Azhar, Cairo), Penerbit Zikir, Surabaya, 1997, cetakan pertama